Jodoh itu pasti,
tak kan berganti
Maka izinkan ia
datang kepadamu, ketika sudah pantas memilikimu
Ia dan kau tak pernah lagi berjumpa
sejak pertemuan suci itu. Kau tahu, selama itu ia bertahan sekuat tenaga berdiri
kokoh dalam arus air yang deras. Air, yang mempertanyakannya sebagai seorang
lelaki normal tetapi tak pernah pacaran. Air, yang terus menerus menggoyahkan
kakinya agar ia hanyut dalam lautan. Lautan yang tak lagi mengenal jernihnya
jiwa, beningnya hati, sucinya cinta. Demi siapa? Demi ikrar suci.
Ia masih tetap yakin bahwa kau memang diciptakan dari tulang rusuknya. Kau tahu, semenjak itu ia seringkali tersenyum membayangkan indahnya kau memakai gaun pengantin berwarna biru berpadu putih. Lantas terpana dan berbisik dalam hati, “Bidadariku”. Paduan biru dan putih bermakna langit dan awan. Bahwa dengan sayapmu, ia mampu terbang kesana. Karena cinta itu suci, cinta itu tinggi, tak kan terjamah oleh tanah kenistaan. Demi siapa? Demi ikrar suci.
Ia tak pernah lupa berdoa. Kau tahu,
dalam ucapnya kepada Al Mujiib, Sang
Pengabul Doa, Dia Yang Mengganti Pinta dengan Nyata, namamu disebut. Lantas ia menjadi
tenang, menjadi bahagia. Karena ia yakin Penciptanya tak pernah ingkar akan
janji. Janji yang selalu ia ingat di benaknya, “Dan sungguh Kami telah
menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami
lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” [50 : 16]. “Aku kabulkan
permohonan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-Ku.” [2 : 186]. Untuk
siapa? Untuk ikrar suci.
Ia terus menerus berjuang menjadi orang
sukses. Semua hal yang dirasa mampu, dikerjakan sebaik mungkin, mulai
dari organisasi, kepanitiaan, seni, karya ilmiah, penelitian ilmiah, dan tentu
dunia akademis. Kau tahu, semua itu ia lakukan agar ia pantas menjadi lelaki
terbaik untukmu. Walau terkadang ia sadar, masih
jauh rasanya dengan segala kekurangannya. Tapi tak apa. Bukankah manusia diciptakan dalam sebaik-baiknya.
Lantas mengapa ragu untuk senantiasa memperbaiki diri. Untuk siapa? Untuk ikrar
suci.
Ia bertekad suatu saat nanti ia kan
berubah. Saat ia datang kepadamu, ia bukanlah ia yang sekarang lagi. Kini
kakinya masih dalam arus noda dan dosa. Ia masih bertahan bukan untuk
terhanyut, namun untuk bersiap terbang. Ia berdoa bukan untuk pasrah, namun
sebagai usaha untuk memilikimu. Maka izinkanlah ia menjadi Ali bin Abi Thalib untuk
seorang Fatimah Az Zahra.
Kau tahu, setiap malam ia senantiasa bersyukur
dan bersabar. Syukur akan rasa cinta yang masih ada. Dan sabar menantikan kau
datang dari balik tirai, usai lisannya mengucap ikrar suci pernikahan. Menjabat erat tangan
ayahmu. Di hadapan keluarga besar dan sahabat. Disaksikan oleh para malaikat. Lantas
berjanji akan menjadi imam yang kan memimpinmu dalam surga kehidupan hingga ke surga Ilahi. Ia sangat percaya betapa cantiknya bidadari surga disana. Apakah
sebegitu yakinnya? Ya, lebih yakin daripada keyakinan akan terbitnya matahari esok dari timur. Mengapa sebegitu yakinnya? Karena bidadari itu adalah kamu. Yang
kan menemani hidupnya untuk kedua kali. Hidup yang abadi atas restu Ilahi
Ia yang senantiasa berusaha menjadi Muhammad
Tidak ada komentar :
Posting Komentar