Pages

حي على الفلاح

حي على الفلاح
Menang bukan berarti tidak pernah kalah, tetapi menang berarti tidak pernah menyerah

Penantian Ikrar Suci

Jodoh itu pasti, tak kan berganti
Maka izinkan ia datang kepadamu, ketika sudah pantas memilikimu


        Ia dan kau tak pernah lagi berjumpa sejak pertemuan suci itu. Kau tahu, selama itu ia bertahan sekuat tenaga berdiri kokoh dalam arus air yang deras. Air, yang mempertanyakannya sebagai seorang lelaki normal tetapi tak pernah pacaran. Air, yang terus menerus menggoyahkan kakinya agar ia hanyut dalam lautan. Lautan yang tak lagi mengenal jernihnya jiwa, beningnya hati, sucinya cinta. Demi siapa? Demi ikrar suci. 

       Ia masih tetap yakin bahwa kau memang diciptakan dari tulang rusuknya. Kau tahu, semenjak itu ia seringkali tersenyum membayangkan indahnya kau memakai gaun pengantin berwarna biru berpadu putih. Lantas terpana dan berbisik dalam hati, “Bidadariku”. Paduan biru dan putih bermakna langit dan awan. Bahwa dengan sayapmu, ia mampu terbang kesana. Karena cinta itu suci, cinta itu tinggi, tak kan terjamah oleh tanah kenistaan. Demi siapa? Demi ikrar suci.

        Ia tak pernah lupa berdoa. Kau tahu, dalam ucapnya kepada Al Mujiib, Sang Pengabul Doa, Dia Yang Mengganti Pinta dengan Nyata, namamu disebut. Lantas ia menjadi tenang, menjadi bahagia. Karena ia yakin Penciptanya tak pernah ingkar akan janji. Janji yang selalu ia ingat di benaknya, “Dan sungguh Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” [50 : 16]. “Aku kabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-Ku.” [2 : 186]. Untuk siapa? Untuk ikrar suci.

        Ia terus menerus berjuang menjadi orang sukses. Semua hal yang dirasa mampu, dikerjakan sebaik mungkin, mulai dari organisasi, kepanitiaan, seni, karya ilmiah, penelitian ilmiah, dan tentu dunia akademis. Kau tahu, semua itu ia lakukan agar ia pantas menjadi lelaki terbaik untukmu. Walau terkadang ia sadar, masih jauh rasanya dengan segala kekurangannya. Tapi tak apa. Bukankah manusia diciptakan dalam sebaik-baiknya. Lantas mengapa ragu untuk senantiasa memperbaiki diri. Untuk siapa? Untuk ikrar suci.

        Ia bertekad suatu saat nanti ia kan berubah. Saat ia datang kepadamu, ia bukanlah ia yang sekarang lagi. Kini kakinya masih dalam arus noda dan dosa. Ia masih bertahan bukan untuk terhanyut, namun untuk bersiap terbang. Ia berdoa bukan untuk pasrah, namun sebagai usaha untuk memilikimu. Maka izinkanlah ia menjadi Ali bin Abi Thalib untuk seorang Fatimah Az Zahra.

        Kau tahu, setiap malam ia senantiasa bersyukur dan bersabar. Syukur akan rasa cinta yang masih ada. Dan sabar menantikan kau datang dari balik tirai, usai lisannya mengucap ikrar suci pernikahan. Menjabat erat tangan ayahmu. Di hadapan keluarga besar dan sahabat. Disaksikan oleh para malaikat. Lantas berjanji akan menjadi imam yang kan memimpinmu dalam surga kehidupan hingga ke surga Ilahi. Ia sangat percaya betapa cantiknya bidadari surga disana. Apakah sebegitu yakinnya? Ya, lebih yakin daripada keyakinan akan terbitnya matahari esok dari timur. Mengapa sebegitu yakinnya? Karena bidadari itu adalah kamu. Yang kan menemani hidupnya untuk kedua kali. Hidup yang abadi atas restu Ilahi

Ia yang senantiasa berusaha menjadi Muhammad
Karena namanya adalah Muhammad

Lanjutan dalam pertemuan suci
17 Januari 2016

Tidak ada komentar :

Posting Komentar