Pages

حي على الفلاح

حي على الفلاح
Menang bukan berarti tidak pernah kalah, tetapi menang berarti tidak pernah menyerah

Obat Bahan Alam, Amankah?

        Back to nature atau kembali ke alam. Slogan ini belakangan ramai disuarakan dengan alasan obat berbahan alam lebih aman dibandingkan obat sintesis kimia. Apakah benar demikian? Yang pasti kalimat itu sukses membuat produsen/industri obat bahan alam berkembang pesat. Trend gaya hidup masyarakat pada era ini benar-benar berubah. Dari suplemen berbahan kimia sintetis seperti vitamin B kompleks sebagai penjaga stamina, vitamin C sebagai peningkat daya tahan tubuh, suplemen kalsium plus vitamin D sebagai penguat tulang, kini telah berganti haluan menjadi ekstrak kulit manggis sebagai antioksidan, ekstrak bawang putih sebagai penjaga tekanan darah, ekstrak meniran sebagai peningkat sistem imun, ekstrak temulawak sebagai penambah nafsu makan, dan lain sebagainya.

        Gaya hidup masyarakat  saat sekarang yang salah juga menjadi peluang pasar yang besar bagi obat bahan alam. Banyaknya kasus jantung koroner di usia muda, bahkan kurang dari 30 tahun, banyaknya penderita kanker, dan anak yang mudah sakit, semua itu sebenarnya tidak bisa diatasi hanya dengan mengkonsumsi obat bahan alam. Mengubah kebiasaan buruk dan mengatur pola makan sehat bergizi dan berserat akan jauh lebih baik dan tentunya lebih murah untuk menjaga kesehatan dan menghindari penyakit berbahaya.
 
        Lantas, bagaimana jika Anda tidak mampu? Tentunya di iklan-iklan Anda akan banyak menemui jawabannya. Ya, obat bahan alam, yang katanya aman dan bisa dikonsumsi dalam jangka panjang tanpa menimbulkan efek samping. Benarkah? Banyak masyarakat yang menyatakan bahwa penggunaan obat herbal tidak menimbulkan efek samping sehingga tidak berbahaya. Jelas ini tidak benar. Obat bahan alam tidak bisa digeneralisasi. Misalnya saja ketela pohon (Manihot utilisima) mengandung senyawa glikosida sianida yang dapat menyebabkan keracunan jika salah dalam proses pengolahan.
 
        Senyawa dalam tanaman biasanya bersifat polar sehingga dapat larut dalam air sebagai pelarut untuk membawa zat kimia dari tempat sintesis ke seluruh tubuh tanaman. Misalnya dalam bentuk senyawa glikosida atau senyawa garam organik. Allah menciptakan senyawa aktif dari tanaman dalam bentuk polar agar manusia tidak perlu bersusah payah memproses obat dari bahan alam, cukup direbus dengan air senyawa itu akan larut dan dapat diminum. Selain itu, senyawa polar ini juga mudah dibuang melalui urin karena sifatnya yang mudah larut air. Jadi kemungkinan zat berdampak toksik (keracunan) ataupun karsinogenik (penyebab kanker) menjadi kecil karena zat ini tidak lama di dalam tubuh.
 
        Glikosida merupakan senyawa glikon (gula) dan aglikon (non gula) yang dihubungkan oleh ikatan eter atau ester. Ikatan ini akan putus dalam proses ekstraksi melepaskan senyawa aglikon yang menjadi zat aktif dalam ekstrak tanaman. Senyawa aglikon biasanya bersifat non polar yang tidak larut air. Di dalam tubuh senyawa aglikon ini akan sulit dibuang (ekskresi). Hal ini bisa mengakibatkan lamanya zat ini di dalam tubuh sehingga ada kemungkinan bahaya yang muncul. Sementara itu, tubuh akan memetabolisme zat ini agar menjadi senyawa polar yang bisa dibuang melalui urin. Ada bahaya lagi yang mungkin terjadi, senyawa antara yang dihasilkan pada proses metabolisme bisa saja merupakan senyawa toksik atau senyawa karsinogenik.
 
        Demikian pula yang terjadi pada garam organik. Garam memiliki ion positif dan ion negatif yang menyebabkannya selalu terurai dalam air sehingga dapat larut. Proses ekstraksi biasanya membuat garam menjadi asam organik atau basa organik. Asam/basa organik merupakan asam/basa lemah yang sangat sulit terurai menjadi ion, dan cenderung bersifat non polar. Senyawa non polar akan sulit dibuang. Hal ini bisa mengakibatkan lamanya zat ini di dalam tubuh sehingga ada kemungkinan bahaya yang muncul. Sementara itu, tubuh akan memetabolisme zat ini agar menjadi senyawa polar yang bisa dibuang melalui urin. Ada bahaya lagi yang mungkin terjadi, senyawa antara yang dihasilkan pada proses metabolisme bisa saja merupakan senyawa toksik atau senyawa karsinogenik.
 
        Efek samping merupakan efek yang tidak diinginkan yang muncul pada penggunaan obat. Di dalam tubuh kita terdapat banyak sekali reseptor yang akan mengenali suatu senyawa dengan struktur molekulnya (Structure Activity Relationship). Senyawa dengan struktur yang mirip akan menempati reseptor sehingga reseptor akan memberikan respon berupa efek. Efek inilah yang bisa terjadi sebagai efek terapi dan efek samping. Dengan demikian, tidak menutup kemungkinan senyawa yang terkandung di dalam obat bahan alam dapat menempati beberapa reseptor di dalam tubuh sehingga sangat mungkin menimbulkan efek samping.
 
        Selain itu, efek samping juga bisa terjadi akibat proses yang ditimbulkan dari efek terapi. Sebagai contoh teh daun jati belanda (Guazuma ulmifolia) yang menurunkan berat badan dengan cara membuang lemak dengan cara menghambat penyerapannya dan juga diuretik (memperbanyak pengeluaran cairan melalui urin). Senyawa penting yang diserap tubuh dengan bantuan lemak seperti vitamin A, D, dan K, serta asam lemak omega 3 tentunya juga ikut dibuang. Akibatnya terjadi defisiensi vitamin dan senyawa penting tersebut. Efek diuretik dapat mengakibatkan dehidrasi berat hingga tekanan darah rendah (hipotensi) yang berdampak hilangnya konsentrasi, mudah lelah dan pingsan.
 
        Mari kita lebih cermat lagi memperhatikan label pada kemasan obat bahan alam. Di Indonesia, BPOM mengklasifikasikan obat bahan alam menjadi 3 :
1. Obat tradisional/jamu, sediaan yang dibuat dengan teknologi sederhana dengan tingkat pembuktian keamanan dan khasiat empirik (berdasarkan pengalaman masyarakat)
2. Obat herbal terstandar, sediaan yang dibuat dari bahan baku yang telah terstandardisasi dan telah terbukti aman dan mengalami uji khasiat praklinik yaitu uji pada hewan coba.
3. Fitofarmaka, sediaan yang dibuat dengan teknologi yang baik, khasiat telah dibuktikan secara praklinik dan klinik, yaitu uji pada sekelompok besar orang.
 
        Tentunya keamanan tetap tergantung pada dosis yang digunakan. Tidak ada jaminan penggunaan obat bahan alam, meskipun golongan fitofarmaka, akan aman digunakan pada dosis berlebihan. Karena pada dasarnya, di dalam obat bahan alam dan obat sintetis kimia sama-sama mengandung senyawa kimia yang memiliki indeks terapi. Indeks terapi atau jendela terapi merupakan jarak antara Minimum Effective Concentration dengan Minimum Toxic Concentration. Jika indeks terapi lebar, maka penggunaan berlebihan tidak menjadi masalah. Namun jika indeks terapi sempit, penggunaan berlebih sedikit saja dapat mencapai ke dosis toksik yang menyebabkan anda keracunan.
 
        Jadi daripada "kembali ke alam", lebih baik "kembali ke Allah". Cobalah membiasakan diri setiap hari makan buah dan sayur yang banyak, berjalan kaki jarak jauh, memakai masker di jalan berpolusi, minum susu, olahraga teratur dengan cara sholat tepat waktu, bangun subuh untuk mengatur pernapasan karena udara yang kaya oksigen, serta manajemen stress dengan pendekatan diri kepada Allah. Anda dijamin tidak butuh obat apapun.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar