Pages

حي على الفلاح

حي على الفلاح
Menang bukan berarti tidak pernah kalah, tetapi menang berarti tidak pernah menyerah

Metamorfosis Si Anak Pagambiran

Cerita ini dimulai pada tanggal 4 Juli 1993. Seorang anak laki-laki lahir dalam suasana tegang dan harap-harap cemas di sebuah Rumah Sakit Bersalin An-Nisa. Anak itu diberi nama Muhammad Ikhsan. Dia adalah anak bungsu dari lima bersaudara. Tepatnya dari tujuh bersaudara, namun Allah sangat mencintai dua orang kakaknya sehingga mereka dipanggil Allah tidak lama setelah mereka dilahirkan. Mereka adalah Jasirman (1981) dan Jasimnar (1982). Wajar jika kelahiran anak laki-laki yang baru ini sangat dicemaskan. Ayahnya yang bernama Jaratin Munas masih menyimpan memori pahit dan duka kehilangan dua anak berturut-turut. Dulu memang. Sebelas tahun lalu. Sebelas tahun berjalan cukup meredakan duka itu, tapi tidak akan pernah bisa menghapusnya.



Alhamdulillah. Semuanya telah berjalan dengan lancar dan normal. Tidak lama berselang waktu, keluarga itu kembali berkumpul di rumah mereka di Pagambiran. Kali ini tentunya lebih meriah lagi dengan kehadiran satu anggota baru, si kecil mungil, si Uncu Ama (Bungsu Mama). Hari demi hari dilewati sampai sang anak mulai bisa berbicara. Di masa itu, dia sering diasuh oleh Tante dari Neneknya yang dipanggil Amak Inyak (Almh). Ketika si anak itu mulai bisa mendengar dan menyahut jika dipanggil, "Ikhsan". Hingga ketika lidahnya mulai tertatih mengeja namanya sendiri, "Icang". Dan semuanya tertawa. Hal yang wajar, anak kecil menjadi bahan tertawaan bagi orang dewasa. Lucu memang. Namun, semua malah berubah memanggilnya, "Icang".

Icang tumbuh menjadi anak punya rasa yang ingin tahu tinggi, senang jalan-jalan, lucu dan menggemaskan. Ia suka sekali dengan onde-onde dan paruik ayam, makanan khas Minangkabau yang biasa dijajakan keliling oleh pedagang yang biasa dipanggil Si Juih. Kala sore menjelang, ibunya yang bernama Yuwelmar sesekali pergi ke rumah neneknya di Lubeg dan menitipkan Icang kepada Amak Inyak. Untuk membujuk Icang untuk tidak ikut pergi dengan ibunya, sang nenek biasa membelikan onde-onde dan paruik ayam. Dan ia pun berhenti merengek ingin ikut. Lucu memang.

Kebersamaan di rumah pagambiran berakhir saat Icang berusia 4 tahun. Keluarga itu harus pindah ke Lubeg, tempat neneknya. Transportasi di Pagambiran jauh lebih sulit daripada di Lubeg. Sementara sang Ayah tidak lagi kuasa mengendarai vespa untuk mengantar jemput keempat kakak Icang yang sudah bersekolah.

Di Lubeg, perkembangan pesat terjadi pada Icang. Kemandirian dan keterampilan mulai terlihat dengan seringnya Icang berada dalam pergaulan bisnis toserba milik sang nenek. Ia tidak lagi menjadi bocah pendiam. ia kini berani tampil di depan umum. Sepi menunggu pembeli, ia gunakan untuk menggambar di kertas bekas rokok.

Di usianya kelima, Icang memasuki TK Kasih Ibu, selang satu tahun kemudian, Icang masuk ke bangku sekolah dasar SD Kartika Jaya 1-11. Disini dia bertemu dengan seseorang yang mengubah pola pikirnya. Icang tumbuh menjadi siswa pesaing setelah berteman akrab dengan seseorang itu. Keterampilannya menggambar semakin terlihat, dan semangat juangnya meningkat. Ia melanjutkan hobinya di SMP N 8 Padang dengan mengikut ekstrakurikuler Seni Lukis. Karyanya terakhirnya adalah "Senja di Tepi Pantai" menggunakan kanvas. Di masa SMP ini, dia mulai mengenal dunia cinta. Bukan dia memang. Tetapi dia banyak belajar dari pengalaman teman-teman yang senang bercerita kepadanya. Ya, Icang sejak di bangku SMP merupakan anak yang banyak omong, suka bercanda, dan dapat serius pada tempatnya. Wajar saja ia sering dijadikan tempat curhat teman-temannya. Ia ditunjuk sebagai ketua kelas saat kelas VIII. Ia akrab dengan guru-guru. Banyak kenangan yang mulai ia rasakan disini. Di bangku SMA, ia ditunjuk lagi menjadi ketua kelas X dan XI. Dan di masa inilah, ia mulai memasuki dunia organisasi. Ia ditunjuk sebagai Ketua Ekstrakurikuler International Chemistry Olympiad yang dibawahi Bidang IV OSIS SMA N 1 Padang. Ia juga mencoba bisnis pin, bakat yang diwariskan sang nenek, yang lumayan memberikan keuntungan baginya untuk membeli buku-buku kimia. Fokusnya pada organisasi ini, membuat kegemarannya melukis mulai berkurang dan ia pun berhenti mengikuti ekstrakurikuler Grafika SMA N 1 Padang. Pengorbanan itu tidak sia-sia. Segala Puji bagi Allah yang memberikan prestasi demi prestasi kepada Icang akibat kerja kerasnya. Puncak prestasinya adalah ketika ia lulus sebagai peserta OSN Bidang Kimia utusan Sumatera Barat pada tahun 2010. Dan prestasi tersebut ia tutup setelah menjadi juara 2 lomba Kimia tingkat Sumatera di tahun 2011. Kecintaannya pada kimia diwujudkannya dengan memasuki bangku kuliah jurusan Farmasi di Universitas Indonesia. Karena kimia, dia mengerti makna hidup, karena kimia, dia bersyukur.
Dunia kuliah sangatlah beda. Butuh adaptasi berulang kali hingga mendapatkan jati diri. Sulit memang. Sampai sekarang ia masih mencoba dan mencoba.

Doakan dia kawan.
Metamorfosis ini belum sempurna. Ia masih terperangkap dalam balutan kepompong yang pengap dan gelap. Kala secercah cahaya mulai ia rasakan, seketika itu juga benang baru datang membalut. Menghadang. Memunculkan masalah baru yang sulit untuk diselesaikan.
Metamorfosis ini belum sempurna. Masih banyak perangkat-perangkap mimpi yang harus dia buat untuk menjadi kupu-kupu yang indah mengepakkan sayapnya di taman. memberikan manfaat bagi bunga yang didatanginya.
Metamorfosisnya belum sempurna. Dia si Anak Pagambiran

1 komentar :